Gaya Hidup

Hariyanto Suguhkan Kopi Indonesia Di London Dengan Konsep Angkringan

BANDARJITU.NEWS – Cahaya sang surya yang terasa masih begitu tajam menembus pori-pori kulit dan kepala tak membuat sejumlah anak menghentikan kegembiraannya. Mereka berlarian menuruni lereng pekarangan rerumputan hijau seukuran setengah lapangan sepakbola.

Tiga orang anak-anak berambut ikal hitam itu–mungkin berusia sekitar delapan atau sembilan tahun–, asyik bercengkerama tanpa melepaskan buncah tawa sedikit pun dengan rekan mereka yang memiliki warna rambut sedikit berbeda yaitu cokelat pucat kekuningan.

Meski warna rambut bocah-bocah itu berlainan, namun mereka mengenakan pakaian dengan nuansa yang sama: celana sporty panjang dan kaus berwarna merah-putih di bagian lengan, perut, dan punggung, lengkap dengan angka 78 yang didesain sedemikian rupa di bagian dada. Tak hanya berlarian, sesekali anak-anak itu menghentikan derap langkah, saling mengomentari mengenai hal apa pun yang menarik perhatian di sekitar, sambil tetap melontarkan jutaan lelucon terlucu dalam dimensi ruang dan waktu mereka sendiri.

Dalam hitungan lima menit kemudian, anak-anak itu sedikit mulai merasa kelelahan, lantas mengambil posisi duduk santai. Jarum pendek sebuah jam seukuran nyaris tiga atau empat kali kepala manusia yang merayapi dinding di dekat mereka duduk, bergeming pada angka 4 post meridiem atau setelah tengah hari.

Anak-anak itu tak merasa khawatir bakal kehilangan matahari karena masih mengantongi banyak waktu, setidaknya hingga lima atau enam jam ke depan. Maka, usai merasa cukup beristirahat, mereka kembali bermain di tengah lapangan berumput hijau milik Queens Park Community School yang berada di bagian barat laut London.

Memang, ada keriaan istimewa di lingkungan sekolah tingkat menengah yang berlokasi di Aylestone Ave, London NW6 7BQ sore itu. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, merangkap Irlandia, dan International Maritime Organization (IMO), Kerajaan Inggris, sengaja menggelar “Pasar Rakyat” guna menyatukan komunitas Indonesia dalam rangkaian perayaan HUT ke-78 Republik Indonesia.

Baca Juga  Rahasia Kesehatan Di Balik Menu Makanan Khas Jepang

“Kami menggelar ‘Pasar Rakyat’ dalam rangka merayakan Kemerdekaan ke-78 RI. Karena animo dari komunitas Indonesia yang sangat tinggi, maka kami sengaja menyewa tempat ini yaitu sebuah sekolah agar bisa menampung berbagai aktivitas yang meriah,” kata Duta Besar RI untuk London, merangkap Irlandia dan IMO, Desra Percaya.

Selain menjadi momentum silaturahmi antaranggota komunitas Indonesia, gelaran tersebut menghadirkan bazar beragam pernak-pernik dan penganan khas Indonesia di antaranya sate, bakso, rendang Minang, es cendol, termasuk kopi yang telah mendapatkan tempat tersendiri di jantung wilayah Raja Charles itu.

Angkringan kopi London

Di sudut yang lain, Hariyanto Radiman terus menerus merunduk selama beberapa detik, pandangannya terfokus pada gelas-gelas berbahan kertas berwarna putih cemerlang. Matanya tetap awas mencermati tetes demi tetes kopi yang mulai menggenangi seperempat bagian dalam gelas kertas berwarna putih tadi.

Meski kerut-kerut di wajahnya tak dapat menyembunyikan diri, namun lelaki kelahiran Cirebon 60 tahun lalu itu tak sedikit pun menurunkan tempo kala tangan-tangan terampilnya berpindah-pindah dari satu tumpukan gelas ke tumpukan lainnya.

Sepanjang siang menuju sore hari itu, Hariyanto yang ditemani salah seorang putrinya, tengah sibuk melayani antrean para penikmat kopi Indonesia yang tak lain adalah warga komunitas Indonesia di London, Kerajaan Inggris.

“Saya sudah berada di London sejak tahun ’80-an, mungkin sekitar tahun 1985. Saya sekolah di sini, sempat berjualan makanan Indonesia, kemudian membuka lapak angkringan kopi sejak tiga setengah tahun lalu,” buka Hariyanto.

Lahir pada 3 Mei 1963, Hariyanto merintis usaha panjang selama berada di London. Jebolan Fakultas Arkeologi Universitas Indonesia tersebut hijrah ke jantung negara Inggris untuk bersekolah, kemudian menjajakan berbagai makanan khas nusantara seperti ayam Taliwang, ayam panggang, rendang, dan sayur lodeh di pasar lokal wilayah Hammersmith dan Herne Hill Brixton.

Baca Juga  Lima Alasan Perlu Konsumsi Kelapa Lebih Banyak

“Ternyata saya sadari bahwa sangat melelahkan untuk membongkar pasang lapak makanan. Benar-benar menguras tenaga. Memang duit yang dihasilkan sih enak karena kalau sedang ramai, minimal bisa dapat 700-800 pounds gross per hari,” kenangnya.

Pada lain sisi, Hariyanto beranggapan bahwa menjajakan makanan atau minuman dengan konsep semi-lapak atau bahkan non-permanen rupanya lebih rendah modal dan risiko. Dalam dunia usaha, semisal konsep tersebut gagal atau mengalami kebangkrutan, maka pedagang dapat kembali bangkit dengan mudah.

Keyakinan itulah yang selalu terpatri di dalam benak Hariyanto.

“Saya hanya tinggal membuka gerobak angkringan dan ketika hendak tutup, cukup mendorong gerobak itu pulang. Saya rasa, konsep angkringan bermodalkan 100 juta rupiah sudah cukup. Tetapi kalau punya toko permanen ketika bangkrut, maka susah untuk bangkit,” pendeknya.

SUMBER : https://www.antaranews.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *